Hujan Selalu Mengingatkanku Pada Ibu

Jumat, 16 Desember 2011


Hujan selalu mengingatkanku pada ibu..


Ibu yang selalu mementingkan kesehatanku. Yang selalu menjagaku. Agar aku bisa selalu bermain dengan teman sebayaku dan tidak meringkuk sakit,  dan terus mengeluh karena demam.


Ibu begitu menyayangiku. Bahkan ketika beliau tahu aku akan bersiap siap hendak mandi hujan bersama teman teman ku pun, beliau dengan sangat galak akan memegang sapu sambil melotot ke arahku dan berubah seketika menjadi orang yang sangat menakutkan. Tapi ibu tidak benar benar jahat. Tujuannya satu. Beliau tidak ingin aku sakit. Tidak ingin aku rewel karena demam.


Ibu.. oh.. ibu..
Pernah suatu kali walau dengan berat hati, ibu mengijinkanku ikut mandi hujan bersama teman-teman setelah aku merengek dan terus merengek tak karuan. Meski mengijinkan aku mandi hujan, ibu tetap mengawasiku dari jauh. Mengharuskanku memakai sandal, jas hujan, dan topi. 

Awalnya aku protes. Mana ada anak yang bermain hujan menggunakan assesoris seperti itu. Meski protes aku tetap menurut. Bagiku, ijin dari ibu saja sudah cukup menyenangkan. Dengan nakal aku berlari berkejaran dengan teman-temanku dibawah hujan. Kulepaskan sandal, jas hujan, dan topi yang dipakaikan ibu tadi. Aku melupakan pesan ibu. Ku biarkan ibu berteriak teriak memarahiku. Memanggilku untuk segera pulang. 

Alhasil, malamnya aku demam. Beliau mengompres keningku dan memberiku multivitamin sambil terus menasehatiku. Dan sejak saat itu aku jera bermain hujan.


Tapi, kejeraan ku bermain dibawah hujan tidak semerta-merta berarti aku tak menyukai hujan. Sejak saat itu aku malah makin jatuh cinta pada hujan. Ibu mengajariku banyak hal tentang hujan. Mengajarkan aku untuk mencintai dari jauh. Mencintai dengan bijaksana. “Tidak semua yang bermain hujan itu, cinta hujan” begitu kata ibu. Sejak saat itu aku selalu gembira jika hujan datang. Memandangnya dari jendela kamar sambil bernyanyi.. “tik tik tik, bunyi hujan di atas genting...” menyenangkan.


Ibu segalanya bagiku. Disaat aku salah sekalipun beliau tetap saja menyayangiku. Merangkulku, sambil menasehatiku bijak.


Terimakasih telah mengajarkan ku banyak hal, Bu. Mengajarkan aku mencintai hujan dengan bijak. Aku sayang ibu.



Bandar Lampung,
Anakmu yang menjengkelkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Hujani Komentar Please