Jangan Memaksaku Membenci Mu !

Jumat, 13 Februari 2015

Sepuluh tahun sepertinya tidak cukup untuk mu mengenal ku !

Pertengkaran malam ini sepertinya membuat ku sedikit membuka mata. Ada apa dengan hubungan kita? Kau bahkan sudah enggan mendengarkan protes ku. Kau bosan! Kau bahkan seperti tidak menginginkan ku lagi. Kau selalu berpikir aneh tentangku.


Ini pertengkaran yang sepele. Masalah kecil. Tapi itu JIKA masalah ini bukan masalah JANJI a.k.a komitmen.


Harusnya kau sudah paham betul bagaimana aku akan marah ketika kau abaikan, ketika kau lupa menyapaku meski hanya untuk berbasa-basi menanyakan hal-hal sepele di telepon, ketika kau dengan sengaja mendorongku menjauh sesaat karena kesibukanmu, ketika kau bahkan melupakanku sehari penuh. Kau melupakannya...


Kau tak lagi peduli bagaimana jika aku sendirian. Bagaimana jika ku menangis. Jika aku tertawa sendirian. Jika aku rindu. Ahh.. Kau memang sudah banyak berubah sepuluh tahun ini.


Kau menyalahkanku ketika aku protes karena tak diberi kabar. Tak kau perhatikan. Tak kau ingat. Tak kau hiraukan.


Kau asik dengan dunia barumu.


Kau mungkin benar. Kau bahkan tak beranjak meninggalkanku. Kau tak mendua. Kau masih ada di sampingku. Tapi kau salah jika mengira, dengan terus "ada" tidak akan membuatku merasa kehilangan. Kau meninggalkanku dengan caramu. Cara paling halus tapi menyesakkan. :)


Malam ini tiba-tiba aku benci semua yang dibicarakan mulut manismu. Bicara janji-janji yang membuat ku percaya sepenuhnya padamu.


Akan ada hari dimana aku akan dengan sangat berani mengatakan bahwa aku bisa tanpamu. Melepasmu. Melepaskan genggaman tangan kita yang memang sudah renggang. Dan memutuskan untuk berdiri sendiri. Kau akan menyesal dan aku tak akan mengubah keputusan.


Camkan.

Kemana Bisa Memaki ?

Rabu, 11 Februari 2015

Akhir-akhir ini banyak yang menjadi renungan saya. Lebih jujur pada diri sendiri kadang tidak membantu sama sekali. Memperburuk mungkin. Semua yang tidak ingin diingat akan muncul kembali saat berusaha jujur pada diri sendiri. Dalam konteks apapun !! Tidak perlu ditanyakan ! Hmm..

Tidak juga untuk bercerita pada blog pribadi seperti ini. *lah ini apa kalau bukan cerita? | skip abaikan !*

Sebenarnya saya lebih suka berteriak. Meneriaki apa saja yang sedang saya keluhkan. Memaki semua yang semakin memperburuk keadaan saya. Hingga suara serak namun melegakan. Tapi akhir-akhir ini saya kehilangan tempat mengadu. Dulu ketika kuliah, pantai adalah tempat paling nyaman untuk memaki dan meneriaki semua kekesalan saya. Paling NYAMAN ! Kenapa? Karena hanya tempat itu yang bersedia menampung kekesalan saya yang tanpa ampun. Menyaksikan bagaimana saya pernah menangis karena patah hati, sampai menangis karena punya pacar lagi.

Semua kesakitan yang memenuhi rongga-rongga dada bisa saya ledakan di sana. Biar mengudara. Biar terbawa angin laut jauh dan tidak kembali lagi.

Tapi kali ini, ketika kesakitan itu tengah memenuhi rongga-rongga dada dan siap diledakan, tidak ada lagi tempat penampungan luka. Tidak ada lagi pantai bahagia. Semua seakan menjauh. Saya seperti ditinggalkan meskipun sebenarnya meninggalkan.

Seperti yang saya katakan diawal, jujur pada diri sendiri malah membuat saya semakin kesakitan. Tidak ada teriakan yang melegakan. Semua terjadi karena terus dipendam dan terus dipendam. Dan ketika hati yang telah menjawab, banyak pertanyaan kembali pada saya. Saya yang tidak berdaya hanya berusaha jujur, tapi tidak pernah mengobati. Justru semakin menyakiti.

Saya sepertinya harus berusaha menemukan kembali tempat baru untuk mengadu. Atau belajar mengobati luka dengan lebih banyak memendam dan bertahan. Menjadikan diri sendiri sebagai tempat mengadu. Belajar manjadi penasehat yang baik buat hati. Dan mulai meredam semua luapan emosi. Meskipun sulit, mungkin tidak akan terasa berat, apalagi dalam keadaan terpaksa seperti ini. Hehe..

Doakan saya. Semoga kehilangan tempat mengadu justru semakin membuat saya semakin dewasa diusia 25 ini. *eh

Palembang,
Sambil mendengarkan, Dia dia dia