Menatap Diam-diam

Jumat, 09 November 2012



Ku ulangi lagi menatap wajahmu diam-diam. Sekali lagi. Entah sudah yang keberapa kali. Nafas ku sempat beberapa kali pula tersengal, karena berdebar takala kedua bola matamu seperti mencari sesuatu, yang seolah merasa terintai oleh tatapan diam-diam ku. Hampir saja keempat bola mata kita berpadu jadi satu; bertemu, andai dengan rasa sadar aku tidak segera memalingkan pandanganku ke pepohonan tinggi di sampingmu. Seolah sedang mengamati pucuk-pucuk pohon yang ujungnya baru menuai tunas-tunas muda.

Aku tahu, tak kan nyaman bagimu yang terus merasa teramati. Di mata-mata-i. Seperti terus di bayangi oleh sesuatu yang tidak pernah kamu kenali. Tapi aku.. Aku menikmati menjadi pengamat pribadi mu. Ahk.. Aku bahkan lebih pantas di sebut sebagai penguntit dari pada pengamat pribadi. Tapi aku bahagia seperti ini. Memandangaimu dengan diam-diam. Dengan sebuah rasa yang terus menuntun ku kepadamu. Meski berucap jujur kepadamu tak akan terasa mampu keluar dari ujung pangkal lidahku.

Aku tahu semua yang bahkan tidak semua orang tahu tentang kamu dengan detail, bahkan aku bisa pastikan akan menjuarai urutan pertama, jikalau ini diperlombakan. Aku mencatat tiap saat kesukaanmu dalam ingatanku. Aku selalu tahu kamu tidak pernah tidak tepat waktu. Selalu datang ke taman ini setiap akhir pekan. Duduk di bangku yang sama, dan tidak dengan siapa pun.

Pernah suatu hari aku melihatmu tampak bahagia. Bahkan hujan yang aku kira akan membahayakan, malah kamu biarkan menyentuh kulit lembutmu. Kamu basah kuyup. Kamu tertawa. Kamu berputar-putar menikmatinya. Seperti sedang bersyukur dengan apa yang sedang Ia jatuhkan ke bumi ku, pun bumi mu.

Sekarang sudah masuk musim penghujan lagi. Dan aku masih setia menantimu. Menunggu kamu tersenyum sambil bersenandung riang di bawah pepohonan tempat ku tinggal. Hujan seperti memisahkan kebiasaan mu dengan ku. Hujan membuatku tidak bisa melulu mengamatimu. Karena kamu mencari teduh di bawah atap rumah mu. Karena aku di sarangku. Karena aku menunggumu. Dan, karena aku hanya seekor burung taman yang setia mengintaimu. Dan, karena aku mencintaimu. 



Taman Kota,

Yang selalu menunggumu, Burung Gereja.