Akhir akhir ini aku
seperti anak kecil. Bisa tiba tiba menangis hanya karena hal sepele.
Seperti ketika balon yang sedang mereka genggam erat pecah tanpa aba
aba karena tekanan udara di sekitarnya. Mereka merasa itu akhir dari
kebahagiaan. Mereka merengek meminta kembali balon itu menjadi utuh,
bukan meminta sebuah balon yang baru.
Mereka ingin
yang itu, balonnya yang telah rusak. Walau pun orang dewasa di
sekitarnya mengiminginya mainan yang lebih mahal dan bagus, mereka tidak
peduli. Rasa memiliki mereka pada sesuatu begitu tinggi. Mereka
memperlihatkan kesetiaan mereka dengan tangisan. Mata mereka berkaca
kaca. Mereka terluka.
Tetapi ketika
kesedihan mereka meredup, mereka tak lagi akan menangisi hal yang sama
untuk ke dua kali. Anak anak, mereka total pada luka mereka, sekali dan
kemudian kembali bahagia. Dan aku, aku begitu mirip mereka. Aku begitu
mudah menangis, tetapi begitu mudah baikan.
Tetapi apa
kamu tahu, hal hal sepele itu, kesedihan kesedihan itu, mereka seperti
siang dan malam. Mereka rutin menghampiriku akhir akhir ini. Mereka
seperti terjadual dengan baik. Mungkin, Tuhan tengah mengatur ulang
jadual kebahagiaanku. Dan aku, hanya harus lebih bersabar .
Terkadang aku
sering berpikir mengapa aku bisa sedemikian kanak kanak dalam menghadapi
kesedihan. Apa karena aku memang terbiasa seperti itu? Atau hanya
karena aku tak punya waktu berlama lama dengan mereka? Tak paham juga
apakah ini hal baik atau buruk, aku hanya menjalaninya saja. Dan
biasanya semua akan baik baik saja pada akhirnya, atau bila itu tidak
berakhir baik pun, aku akan menganggapnya baik baik saja dengan mudah
kemudian.
Yah,
memikirkan mereka lama lama juga toh bukan ide baik. Mereka ada, hanya
tak perlu begitu dipikirkan. Fokus saja pada yang baik, yang masih bisa
membuatmu tertawa walau hanya sekedar di dalam hati. Kebahagiaan
kebahagiaan kecil yang seperti bintang, yang mampu mengukir senyum tipis
di tengah kegelapan kamarmu saat menjelang tidur. Aku memiliki
kebiasaan mencoba mengingat hal baik sebelum tidur, mendoakan mereka
yang kusayangi dan mengatakan “Aku mencintaimu Tuhan, karena Engkau satu satunya Dzat yang pasti cintanya”.
Lalu membaca
doa favoritku, doa sebelum tidur. Doa yang paling pertama mampu kuhapal
ketika aku masih begitu kecil. Aku begitu menyukai arti dari doa itu,
mereka berbunyi;
“Dengan namaMu ya Allah hidupku dan dengan namaMu pula ya Allah matiku.”
Dan aku,
terkadang aku berpikir apa yang akan kamu lakukan bila kamu jadi aku.
Atau apa yang akan kamu lakukan, bila kamu tengah bersamaku. Kamu
mungkin akan memeluk, walau aku tengah tak memiliki cukup keinginan
untuk memeluk kembali. Entah karena kasihan atau sayang. Tapi kurasa itu
karena kamu peduli. Ya, mungkin saja.
Karena kamu
yang masih mau memeluk, adalah manusia yang hangat, yang di hatinya
masih tersisa perhatian untuk seseorang yang butuh kekuatan.
Mantap !!