Negeri Hujan (1)

Kamis, 29 Oktober 2015

“Hei, bangun. Bagaimana bisa kamu tidur disaat badai tropis hampir datang. Cepat kembali ke keluargamu, mereka pasti memerlukan bantuan untuk memastikan gelembung hujan kalian terpasang dengan baik.” gadis muda dengan baju seperti terbuat dari parasut lembut berwarna merah muda itu berusaha membangunkanku sambil menggoyang-goyangkan tubuhku kasar.

 

Aku bangun sambil mengsap-usap mataku. Takjub akan tempat yang baru saja aku lihat ini. Gadis muda yang tadi membangunkanku dengan kasar masih ada. Dia duduk setengah jongkok di sampingku. Kulitnya putih, wajahnya seperti tidak asing bagiku, seperti orang Asia biasa namun sedikit istimewa, ia memiliki mata yang bundar besar, tidak sepertiku yang bermata sipit. Dengan mata besar dan bulu mata lentik, ia mengingatkanku dengan boneka-boneka Barbie adikku, Jelyn.

 

Aku masih tidak percaya. Tanganku dengan reflek mencubit-cubit pipi tirusku. “aaargh..” erangku. Cubitan dipipi ku terasa sakit. Gadis itu masih memperhatikanku dalam diam.

 

“dimana aku?” tanyaku begitu saja.

 

“harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu disini? Harusnya kamu sudah berada dirumah dan segera berlindung pada cuaca seperti ini.” Gadis itu menjawab pertannyaanku sambil hendak berlalu.

 

“hmm.. aku.. aku benar-benar tidak tahu dimana aku saat ini. Aku tidak bercanda”, sedikit gemetar aku mencoba menahan gadis itu agar tidak segera berlalu.

 

“oh okelah, sebaiknya kamu segara ikut ke rumahku saja. Nanti kita bicarakan lagi. Yang terpenting saat ini adalah mencari tempat berlindung dan segera memastikan gelembung hujan terpasang dengan baik”, gadis muda tadi menatapku tegas sambil memberi isyarat untuk mengikutinya.

 

Aku yang masih kebingungan hanya bisa mengikutinya dari belakang, sambil celingukan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pikiranku berputar-putar. Ingatan terakhir yang bergelayut manja hanyalah kamar tidur dan jendela kamarku.

 

Ujung jalan setapak yang kulalui ini berakhir pada sebuah perkampungan gersang dengan bunga layu dimana-mana. Sungguh tidak ada yang indah. Perasaan asing yang dari tadi seperti memukul paksa kepalaku, tiba-tiba hilang. Berganti perasaan takjup tak terhingga. “ayo lekaslah”, gadis itu menggetkanku yang masih ternganga-nganga. Aku mengangguk sambil terus mengikutinya.

 

“ini rumahku. Silahkan masuk.” Gadis tadi mempersilahkan aku masuk ke rumahnya setelah beberapa kali mengetuk dan pintu terbuka. “ini temanku, Paya. Hmm.. aku belum tahu namanya, tapi nanti saja kita cari tahu.” Gadis itu berkata pada seorang laki-laki setengah baya yang membukakan pintu tadi sambil bergegas berlalu. Laki-laki separuh baya itu tersenyum hangat padaku. Seperti langsung mengerti apa yang diucapkan anaknya tadi.

 

“ini. Pakai ini. Pakaianmu itu tidak akan membantu melindungi tubuhmu saat musim badai tropis seperti ini.” Aku kaget. Gadis itu sudah berada lagi di depanku seraya menyodorkan pakaian tipis berbahan sama seperti yang ia pakai. Tidak transparan, tapi sangat tipis. Seperti terbuat dari serat plastik paling tipis namun sangat kuat.

 

“hmm.. iya.. akan aku pakai..” balasku sekenanya sambil sedikit tergugu.

 

“itu kamar gantinya” gadis itu menunjuk sebuah tempat yang bahkan hanya terlihat seperti lemari biasa. Aku mengangguk tanda mengerti. “setelah itu bergegaslah keluar, bantu kami membuat ‘Claudy’. Oke?” tanpa menunggu persetujuanku, gadis itu langsung berhambur keluar. Pikiranku yang dari tadi masih bertanya-tanya seolah memberontak minta diberi penjelasan. Aku bahkan masih belum percaya jika aku ada disebuah rumah yang dari luar tampak seperti batu gunung yang sering kulihat di daerah puncak, namun memiliki ruangan bak istana di dalamnya. Otakku sudah seperti tidak bisa mencerna dengan baik ini semua. Ini seperti tidak nyata. ini tidak benar. Berharap sekali dalam hati semoga hanya bunga tidur.

Bersambung..

Nb: Ini cerbung pertama yang bertema fantasi. Masih sengaja dibuat ngegantung, biar tambah penasaran.. Wkwkw.. Sendirinya aja masih penasaran mau dilanjutin gimana.. Hihiii

0 komentar:

Posting Komentar

Hujani Komentar Please